November 22, 2012
Impianku Bukan Jadi Tukang Sadap
Muaro Paiti — Terakhir kali saya memegang pisau untuk nyadap “motong” karet sekitar sepuluh tahun lalu, semasa saya masih duduk di bangku SMP, itu megang sambil digunakan di pohon karet itu sendiri, kalau sekedar megang saja adalah setelah itu.
Kala itu saya masih bergantung sama orang tua untuk belanja sehari hari, meskipun sudah dilatih untuk memulai usaha oleh orang tua, yaiotunya tiap pagi sebelum berangkat sekolah harus jualan pinukuik dulu sepanjang jalan ke sekolah, itu sudah saya jalani sejak kelas 3 SD, tapi alhamdulillah itu sangat membantu membentuk karakter saat ini, menjadi seorang yang penuh percaya diri dan mandiri.
Semasa SMA alhamdulillah sudah tidak “motong” (nyadap) lagi, karena berkat dibelikannya komputer pentium 2, memori 32 MB, hdd 3,4 GB, saya mulai merintis usaha, buka pengetikan dan rentalkan komputer pada orang lain. Dan itu menjadi hobi saya ternyata, otak atik komputer, hingga akhirnya habis 5 buah hardisk yang rusak oleh saya hingga tamat SMA, dan alhamdulillah selama SMA sudah bisa cari belanja sendiri, dan juga dipercara untuk menjadi teknisi labor komputer, dengan menggunakan ilmu otodidak itu, dan juga berkeliling kesana sini jadi montir komputer.
Kembali lagi pada cerita tentang nyadap karet / motong gota tadi, sebenarnya beberapa minggu lalu saya pulang kampung, sekitar pertengahan juni 2012 lalu, bangun pagi dibangunkan amak, kemudian disuruh ke “Panap” (apa itu panap?), nanti diceritakan tentang apa itu panap. Tunggu sesi selanjutnya.
lanjut cerita, “pai ka panap pai la, aya suwua e mantagh bek nyamuak”, terjemahan ” mau pergi ke panap?, ayah nyuruh ngantar anti nyamuk”, ya ligat saja saya ke panap, karena sudah kangen berat dengan kampung masa kecil, sampai di panap, ketemu dengan jalan dulu yang masih seperti itu, dan bertemu dengan kebun karet yang tidak seperti dulu lagi, karena mereka sudah pada besar besar semua, masih ingat saya pesan amak dulu waktu masih tinggal disana, ketika punya ladang semangka, kata amak,”di tanah kita ini ditanam karet ya, mana tau nanti dika tamat SMA tidak bisa melanjutkan kuliah, ini jadi modal untuk usaha, daripada nganggur tamat kuliah”, begitu katanya, semasa saya masih TK, itu semua dikatakan karena zaman dulu itu mendengar kata kuliah saja sangat berat bagi orang di kampung saya. Dan saya punya tekat,dan cita cita saya bukan jadi penyadap / motong, itu makanya harus berusaha sekuat tenaga di negeri orang, apapun saya lakukan di negeri orang tanpa gengsi, yang penting Halal dan ada aungnya. hehe
Dan alhamdulillah, hari inilah pertama kalinya saya mencoba nyadap / motong karet yang ditanam 15 tahun lalu, ternyata tamat SMA masih bisa melanjutkan pendidikan, dan alhamdulillah saya pertama kali mencoba nyadap / motong karet itu ketika sudah duduk di bangku pendidikan magister. .
Memang jiwa berusaha dan selalu optimis itu sudah ditanamkan oleh orang tua saya sejak kecil, mulai dari beternak sapi, itu sudah dari SD saya lakoni, hingga di sekolah bau saya pun bau sapi kata teman teman, tapi disanalah pelajan hidup itu. Gelar tukang Bika juga pernah didapat, dan bahkan kelas 1 dan 2 SMP saya berjualang kerupuk mihun di depan rumah, sementara amak pergi nyadap / motong.
Cerita ini sudah lama ingin saya tuliskan, tapi belum sempat2 juga, baru kali inilah ditulis, karena suasana kerja baru di kontrakan karena baru saja beli meja baru, kursi baru, pasang speedy, kerja dirumah, memulai bisnis, hehehe.
Masih banyak lagi sebenarnya cerita yang ingin diceritakan, lain kali saya sambung, dan mohon juga doanya agar saya cepat wisuda, semoga anak amak yg bergelar Tukang Bika, Tukang Pinukuik, Tukang Bantiang (Sapi), Tukang Puak Mihun (Kerupuk Mie) dan anak Tukang ini, ( Ayah kerjanya tukang buat rumah org) hehe. gelarnya cepat berubah jadi Master Komputer, Amiin.
Faradika,S.Kom
Lahir di Muaro Paiti, 06 Agustus 1988
Mahasiswa Pascasarjana UPI YPTK Padang